Aku adalah pria yang paling
beruntung di dunia ini. Menikah dengan seorang gadis cantik yang merupakan temen
sekantor ku. Aku dan Istri ku tinggal di rumah dinas yang aku dapatkan tanpa
perjuangan, bahkan aku akan segera naik jabatan. Seakan kebahagian itu belum
cukup, tiga bulan pernikahan kami, aku mendapat kabar istri ku mengandung. Saat
itu aku merasa kebahagian adalah nama belakang ku.
Hidup kami berjalan secara wajar,
bisa di bilang indah. Sedikit bertengkar itu hal biasa. Hari-hari kami selalu
di penuhi tawa seperti ketika kami berpacaran, tidak jauh berbeda. Kandungan
istri ku semakin besar, sebulan lagi aku akan menjadi seorang Ayah. Tidak sabar
rasanya untuk meng-adzan-kan buah hati kami yang di prediksi seorang perempuan.
Ah apakah dia akan secantik ibunya. Tidak sabar juga mendengar suara tangis
bayi di rumah ini. Kehidupan rumah tangga kami yang indah akan semakin indah.
Putri kami sudah berumur setahun,
dan kemaren adalah ulang tahunnya. Hidup kami terasa lengkap, dengan tawa ceria
Kugy anak kami. Semua perkembangannya selalu aku ikuti. Bahkan ketika kerja,
aku akan mencoba segera menyelesaikan tugas agar dapat pulang cepat dan melihat
Kugy. Aku menyaksikan ketika Kugy mulai bisa duduk dan berjalan. Dan sekarang
aku sedang menunggu Kugy menyebut kata Ayah untuk pertama kali nya. Semoga aku
bisa mendapat kesempatan itu.
Kugy berumur dua tahun. Dia
tumbuh menjadi batita yang cantik dan lucu, seperti mamahnya. Kadang dia
menangis ketika di marahi mamahnya, yah istri ku memang agak keras tapi aku
tahu maksud dia baik. Kugy jika di marahi mamahnya dia akan berlari ke arah ku,
ayahnya, aku memang terlalu luluh ama Kugy bahkan istri ku selalu mengeluh
dengan sifatku, siapa sih yang tidak luluh ketika melihat anak ku yang lucu
itu. Kugy dan aku sangat dekat biarpun ketika aku dan istri ku bekerja dia
selalu di bawah pengawasan neneknya.
Sekarang Kugy berumur tiga tahun,
dia sudah bisa bernyanyi dan menari, turunan sapa yah. Dia juga sudah bisa
berhitung 1 s.d 10 serta udah mulai mengenal huruf. Kata istriku dia batita
cerdas mungkin turunan aku, aku cuma tersenyum mendengar itu. Bahkan istri ku
berencana memasukan Kugy ke TK lebih awal. Tapi aku menolaknya biarlah dia puas
bermain dulu dan menikmati hidupnya.
Aku sedang berada di kantor,
seperti biasa rapat yang tidak jelas. Sedang menyaksikan bos ku berbicara, HP
ku berbunyi, dengan cepat tangan ku merogoh HP di celana dan me-reject nya
tanpa melihat sapa yang menelpon ku. Berkali-kali HP itu berbunyi lagi dan aku
melakukan tindakan yang sama. Mungkin ada sampai 10 kali HP itu berbunyi dan
selalu ku reject. Sejam kemudian rapat selesai dan aku melihat siapa orang yang
dari tadi menelpon ku, ternyata telpon dari rumah, ada apa?, Apakah istri ku?. Memang setahu aku dia tadi
pulang lebih awal, karena tidak ada kerjaan. Tapi kenapa dia menelpon sebanyak
ini?
Ketika aku menelpon balik, yang
mengangkat seorang pria. Ah kenapa perasaan aku tidak enak. Dari telpon itu
sayup-sayup terdengar suara orang mengaji dan isak tangis. Perasaan ku semakin
tidak enak. Ada apa ini?. Dengan perlahan pria di sebrang telpon mengatakan anak ku Kugy menghembuskan nafas terakhir.
Aku berusaha melajukan mobil ku
dengan kecepatan yang secepat-cepatnya. Seakan tidak percaya, anak ku, Kugy
meninggal. Kenapa kau mengambil nya terlalu cepat Ya Allah. Bahkan aku belum
merasakan mengantar nya ke sekolah. Aku bener-bener tidak percaya. Aku menangis
selama perjalanan. Kebahagiaan yang aku rasakan selama tiga tahun ini mendadak
lenyap tidak berbekas. Apa salah ku Ya Allah?.
Ketika sampai ke rumah, bendera
kuning sudah berkibar di pagar rumah kami, para pelayat memenuhi rumah dan
suara ngaji serta tangis memenuhi rumah. Aku segera berlari dan menuju ruang
tamu, di situ terlihat tubuh kecil kaku yang tertutup kain batik. Kecil seperti
tubuh Kugy, dan di samping tubuh itu istriku menangis memeluk tubuh Kugy seakan
tidak merelakan dia pergi. Aku terduduk lemas berharap ini hanyalah mimpi.
Sebulan sudah Kugy pergi dari
kehidupan kami dan sudah sebulan ini aku bolak-balik ke Rumah Sakit merawat
istriku. Istriku mengalamin trauma berat akibat menyaksikan Kugy tertabrak
motor dan meregang nyawa di depan matanya sendiri. Istri ku merasa dia adalah
orang yang patut di salahkan atas kematian Kugy. Aku tidak pernah
menyalahkannya, ini semua kuanggap takdir dan jalan dari Allah. Sekarang aku
hanya berharap istri ku sembuh dan kebahagiaan itu akan kami bangun lagi berdua
dengan Kugy yang selalu menyaksikan di sisi Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.